
Salah satu hasil pendampingan tampak pada komoditas buah naga. Sebelum pendampingan, berat buah rata-rata hanya 200 gram. Setelah penerapan teknik pemupukan yang tepat, ukuran buah meningkat hingga 1 kilogram.
“Sebelum pendampingan, satu buah beratnya cuma 2 ons. Setelah tim (TEP) turun dan memberi tahu cara pemupukan yang benar, hasilnya satu buah bisa 1 kilogram. Ini contoh nyata bagaimana pendampingan bisa mengubah pendapatan warga,” kata Menteri Iftitah, Kamis (20/11).
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Iftitah menjelaskan kementerian menyiapkan tiga pilot project transmigrasi baru pada 2025, masing-masing di Rempang, Sulawesi, dan Merauke. Pembangunan diarahkan menjadi kawasan terpadu, termasuk jalan, pasar, fasilitas pendidikan, kesehatan, serta ruang sosial agar manfaatnya lebih terasa daripada pembangunan kecil-kecil di banyak lokasi.
“Insya Allah tahun depan kita punya tiga pilot project: satu di Rempang, satu di Sulawesi, satu di Merauke,” katanya.
Kementerian Transmigrasi kini menciptakan pusat-pusat ekonomi yang mampu menarik masyarakat secara alami atau dikenal dengan strategi “ada gula, ada semut.”
“Paradigmanya (pola pikir) berubah. Bukan lagi memindahkan semut, tapi menciptakan gula. Kalau ada gula, semut datang. Artinya kita bangun pusat ekonominya dulu agar ada daya tarik,” kata Menteri Iftitah.
Di Muna, Kementerian Transmigrasi telah membangun 2 kilometer jalan dan menyiapkan rekomendasi lanjutan, termasuk perbaikan jembatan. Usulan infrastruktur tambahan akan dibahas bersama Menko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono.
“Ada jembatan yang harus diperbaiki. Itu akan saya laporkan kepada Pak Menko agar bisa ditindaklanjuti,” pungkasnya.
Temuan terkait peningkatan produktivitas buah naga di Kawasan Transmigrasi Muna dan Muna Barat menjadi bukti nyata bahwa pendampingan teknis yang tepat dapat langsung berdampak pada kesejahteraan warga. Kementerian Transmigrasi menilai hasil kerja Tim Ekspedisi Patriot ini sebagai model intervensi yang efektif dan akan diperluas ke komoditas lain di berbagai kawasan transmigrasi.
Peningkatan ukuran buah naga hingga lima kali lipat dari rata-rata 200 gram menjadi 1 kilogram per buah menjadi contoh konkret bagaimana inovasi sederhana, seperti teknik pemupukan yang benar, mampu meningkatkan nilai ekonomi secara signifikan. Kementerian menegaskan bahwa pendalaman potensi lokal seperti ini akan menjadi salah satu pilar pengembangan transmigrasi ke depan, sejalan dengan arah pembangunan kawasan yang berbasis pusat ekonomi terpadu.
Melalui pendekatan “ada gula, ada semut,” Kementerian Transmigrasi memastikan setiap kawasan transmigrasi memiliki daya tarik ekonomi yang kuat, bukan hanya sebagai lokasi permukiman, tetapi juga pusat pertumbuhan baru di daerah.
Keberhasilan pengembangan komoditas buah naga di Muna menjadi salah satu contoh awal dari strategi ini, sekaligus menegaskan bahwa transmigrasi modern harus bertumpu pada potensi lokal, inovasi lapangan, dan peningkatan produktivitas yang berkelanjutan.
Pemerintah berkomitmen memperkuat temuan-temuan ini melalui pendampingan lanjutan, penyediaan infrastruktur, dan pengembangan tiga pilot project transmigrasi pada 2025 untuk menciptakan kawasan transmigrasi yang benar-benar mandiri dan berdaya saing.***
