Penyair Syarifuddin Arifin ( Pembina Lembaga Masyarakat Budaya Minangkabau) bercakap sengit dengan penyair Pinto Janir (Ketum LMB Minangkabau)
-------
Rajo Penyair, Mahkota
Kata di Tepi Kota Tua
Catatan Budaya : Revdi Iwan Saputra
(Wartawan Utama)
Di sebuah percakapan sederhana, di ruang maya yang lebih mirip lapau kata daripada forum resmi, para penyair dan budayawan saling melemparkan mahkota. Bukan mahkota emas yang berkilau, melainkan mahkota kata-kata, yang lebih tajam dari pedang dan lebih abadi dari prasasti.
“Penyair Asia Tenggara itu uda kita,” ujar Pinto Janir dengan kelakar yang separuh satire, separuh doa. Nama yang ia sebut: Syarifuddin Arifin, seorang yang tak hanya menulis puisi, tetapi juga menyalakan obor dalam gelap.
Di sisi lain, ada yang menimpali dengan kalimat sederhana tapi dalam maknanya: attitude yang tidak semua orang punya. Sebuah pengakuan bahwa di balik kata-kata, ada sikap yang menjaga persaudaraan—sikap menyangga, bukan menjatuhkan; membangun, bukan meruntuhkan.
Namun, siapa yang bisa menahan diri dalam gelanggang kata? Segalanya mengalir dengan satire penuh cinta. Giliran Syarifuddin Arifin membalas, mengembalikan mahkota itu kepada Pinto Janir: “Dan Rajo Penyair itu Pinto Janir, yang kini tengah menjajah ke Kota Tua Jakarta.”
Maka lengkaplah sudah. Seorang disebut raja, seorang diangkat jadi penguasa tanah Melayu. Mereka saling menghebatkan, tapi dengan cara yang justru meruntuhkan ego, bukan membangunnya.
Di tengah zaman ketika gelar dan predikat sering jadi rebutan, para penyair ini justru menertawakannya. Gelar bagi mereka bukanlah kursi empuk atau piagam berbingkai, melainkan permainan kata yang membuat dunia jadi lebih lentur.
Mereka tahu, penyair sejati bukanlah siapa yang paling sering disebut, melainkan siapa yang paling setia menjaga kata dari kerusakan zaman. Dan di antara satire dan senda gurau itu, terselip kesadaran: penyair, budayawan, dan sastrawan hanya kuat bila saling menyangga, saling menghebatkan, saling menobatkan.
Karena di ujungnya, mahkota penyair sejati hanyalah ini: kata-kata yang tetap hidup, meski penulisnya telah lama tiada.
Yang pasti dan sulit terbantahkan, di masa terkini, bahwa Pinto Janir dan Syarifuddin Arifin adalah duo penyair kebanggaan Minangkabau!
#opedengankopiplus234